Minggu, 19 Juli 2009

Makalah s2 Magister Studi Islam

KESETARAAN GENDER DAN FEMINISME
MENURUT AMINA WADUD

A. PENDAHULUAN
Wacana tentang perempuan adalah wilayah yang menembus batas-batas Negara. Tak hanya di Negara Barat dan Indonesia tapi juga di wilayah –wilayah yang lain. Munculnya gerakan feminisme dibagian dunia lebih maju, sebagai contoh kaum perempuan yang melalui perjuangan menghapuskan kesenjangan, dan meraih kedudukan setara dengan kedudukan lawan jenis.
Pada dasarnya para feminis mempunyai kesadaran yang sama tentang adanya ketidakadilan gender terhadap perempuan, tapi mereka berbeda dalam menganalisis sebab terjadinya ketidakadilan tersebut dan juga berbeda pendapat tentang bentuk dan target yang hendak dicapai oleh perjuangan mereka. Feminisme diartikan sebagai g erakan dan kesadaran yang berangkat dari asumsi bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut.

  Feminisme global yang lahir di Barat belah menjadi sebuah senjata yang akan mematikan bagi kontruksi masyarakat Barat sendiri dimana kehidupan dalam ranah keluarga cenderung membuat perempuan kehilangan fungsi sosialnya. Di mana keluarga merupakan bangunan dasar terbentuknya negara. Anak-anak yang lahir di Barat kurang dibekali nilai -nilai kehidupan dalam keluarga sehingga mereka kehilangan kesejahteraan akan kehidupan itu sendiri. Seharusnya seorang wanita bangga menjadi seorang ibu rumah tangga, mengapa Demikian ? karena dialah yang melahirkan pemimpin, dialah yang membentuk nilai -nilai kehidupan anaknya, dialah motivator keluarga, dialah rasa kebanggan akan keluarga, dengan kehadirannya kasih sayang dipancarkan pada segenap keluarga (surga di bawah telapak kaki ibu) ingat semboyan ini sejatinya bahwa perempuan adalah tiang negara inilah yang saat ini paradigma kontruktif feminisme bahwa perempuan lebih bangga menjadi seorang politikus dari pada pendidik keluarga. Harusnya bangunan kultur masyarakat di bangun atas dasar fungsi sosial. Disinilah kita berperan sebagai nasib bangsa ini ke depannya, disaat keseimbangan dalam keluarga menjadi disharmonis.

B. LATAR BELAKANG DAN PEMIKIRAN AMINA WADUD 
A. Biografi Amina Wadud 
Amina Wadud lahir Di Amerika pada tahun 1952. Ia seorang guru besar (Profesor) pada Universitas Commonwealth, di Richmond Virginia . Amina Wadud adalah seorang keturunan blasteran antara Afrika dan Amerika, ibunya berasal dari Afrika dan bapaknya adalah seorang Amerika. Amina Wadud adalah seorang dari delapan bersaudara. Pada masa kecilnya bapak dari Amina Wadud berprofesi sebagai penjaga dan pelayan di salah satu gereja di Amerika yaitu gereja metodis, karena keluarganya berasal dari kalangan keluarga rendah maka orang-orang menyebutnya dengan istilah ”putaran” yaitu suatu keluarga miskin yang tidak mempunyai banyak uang .
Amina Wadud berasal dari keluarga penganut kristen yang taat. Ayahnya seorang pendeta. Amina sendiri masuk Islam bertepatan dengan datangnya gelombang kedua feminisme pada tahun 1970an. Dari Islam, ia merasakan pembebasan dan kedamaian. Pembebasan adalah hal penting bagi Amina yang mengakui bahwa dirinya seorang Nigger (keturunan Afrika), karena di Amerika seorang Nigger Seperti Amina yang memanggul beban sejarah penindasan selama lebih dari dua abad .
Ketika memasuki sekolah menengah atau sekolah lanjutan dari sekolah dasar, Amina Wadud memperoleh nilai yang sangat sempurna sehingga dia lulus dengan nilai yang sangat membanggakan. Setelah lulus dari sekolah menengah Amina melanjutkan sekolahnya disekolah lanjutan tingkatan atas atau SLTA di Massachusetts, DC. Amina tumbuh besar di sana, dan menghabiskan masa remaja di sana serta lulus dari sekolah tersebut .
Sehabis lulus dari sekolah lanjutan tingkat atas Amina melanjutkan studinya di Universitas Pennusylvania, dan Amina adalah orang pertama dari saudaranya yang merasakan atau mengeyam pelajaran di perguruan tinggi. Studinya di perguruan tinggi di mulai di University Of Pennsylvania bidang pendidikan (Education). Ia meraih gelar sarjana (BS) pada tahun 1975, kemudian ia melajutkan studi pasca sarjana ke The University of Michigan, Gelar Master (MA) diraihnya pada bulan Desember 1982 di bidang kajian-kajian ketimuran dekat (Near Castera Studies). Dari Universitas yang sama ia akhirnya menyambet gelar (Ph.D) pada Agustus 1988 dibidang kajian-kajian keIslaman dan Bahasa Arab (Islamic Studies and Arabic) . Lulus dari University of Pennsylvania, selama tahun 1976-1977 Amina menjadi dosen di jurusan Bahasa Inggris pada Gollege of Education, Universitas Gaz Yunis. El -Baida, Libya. Sepulang dari Libya, pada tahun 1979-1980 ia mengajar di Islamic Community Center School , Philadelpia, Amerika Serikat. Pada musim semi 1982 ia menjadi instruktur bahasa Inggris di Institute for English Language Instruction Kairo, Mesir pada Program Adult Education Program Transciber. Selama di Kairo, ia berkesempatan mendalami Bahasa Arab lanjut secara intensif di Amerika University, juga mendalami Studi Islam di Universitas Kairo dan Universitas Al -Azhar. Sepulang d ari Mesir ia menjadi Asisten Peneliti di The University of Michigan pada bagian pengembangan bahan-bahan pengajaran bahasa Arab, 1984-1986. 
Di penghujung 1980an, Amina hijrah ke Malaysia. Ia menjadi Asisten guru besar di International Islamic University, p ada Department of Islamic Revealed Knowledge and Heritage. Di Malaysia selain pengajar, Amina juga terlibat aktif dalam aksi -aksi penyuluhan dan pemberdayaan, khususnya untuk kaum perempuan, yang di Organisasikan oleh sebuah Non Government Organitation (NGO/LSM) Systems in Islam. Pada periode ini terjadi peralihan penting di dalam hidupnya, yaitu dari dosen atau peneliti ke aktivis di bidang "jihad gender”. Ia melibatkan versi awal Qur’an and Women di Kuala Lumpur pada tahun 1992. 
Sekembalinya dari Malaysia, Amina masuk Virginia Commonwealth University di Richmond, Virginia. Dari tahun 1992-1998, dengan masa cuti selama setahun pada tahun 1997-1998, ia menjadi asisten guru besar pada Department of Philosophy and Religious Studies. Pada tahun 1999, ia diangkat sebagai guru besar disana. Pada masa cuti setahun itu, 1997-1998 Amina menjadi peneliti dan dosen tamu pada Women’s Studied In Religion Program, Harvard Divinity School di Combridge. 
Amina wadud adalah seorang janda dengan lima anak, dua laki - laki bernama Muhammad dan khalilallah, sedangkan yang perempuan Hasna, Sahar dan Alaa (oleh Amina mereka dianggap lebih dari anak, saudara-saudara seIslam). 

B. Karya-Karya Amina Wadud 
Qur’an and Women merupakan satu-satunya karya tulis monumental Amina Wadud yang membentuk buku, dari sini tampilan fisik, sesungguhnya tidak ada yang istimewa dengan buku yng setebal xxvi = 112 halaman ini bahkan terkesan agak r ingkas untuk studi yang holistik dan menyeluruh tentang tema Gender dan Al -Qur’an yang membuatnya tidak dapat diabaikan ialah posisinya yang unik dalam khazanah tafisr Al -Qur’an. Buku ini adalah satu -satunya kitab tafsir yang secara khusus membahas tema gender dan Al -Qur’an. Berikut akan dipaparkan sejarah ringkas penulisan buku ini serta pokok bah asanya. 
Penelitian tentang topik buku ini di mulai pada tahun 1986. pada waktu itu, menurut pengakuan Amina, buku ini mulai dirancang dengan kesadaran yang masih naif tentang pentingnya mengembangkan tafsir Al -Qur’an yang menyangkut masalah perempuan . Amina juga mengaku kalau waktu ia tidak tahu bagaimana caranya. 
Pada awal penelitiannya untuk buku ini merupakan bagian dari kajian tingkat sarjana yang dilakukan Amina di The University of Michigan. Penelitian tersebut memakan waktu kurang lebih tiga tahun, 1986-1989. Masa ini menandai tingkat perkembangan pertama karya ini . 
Tingkat perkembangan kedua terjadi di Malaysia,1989-1992. sebagaimana telah diceritakan diatas, pada tahun 1989 Amina hijrah ke Malaysia, tetap menjalani karier Akademik (menjadi Asisten Guru Besar di International Islamic University), sekaligus menjadi seorang aktifis (terutama keterlibatannya di sekitar Islam). Pada periode ini ia bergaul dengan Dr Chandra Muzaffar, seorang aktifis dengan reputasi International. Dr Chandra Muzaffar inilah yang banyak memberikan sumbangan saran dan kritik sampai ketingkat redaksional – sehingga buku ini menjadi buku yang matang. Buku ini kemudian terbit di kual a lumpur pada tahun 1992. 
Perkembangan terakhir merupakan tanggapan balik Amina atas perbagai respon positif m aupun negatif, terhadap buku ini. Di Amerika Serikat, setelah kunjungan Amina kesana pada tahun 1994, buku ini menjulang menjadi Best Seller versi koran muslim Al-Qalam Di tahun yang sama versi terjemahan Bahasa Indonesia-nya terbit, kemudian pada tahun 1997 terbit versi terjemahan Bahasa Turki , disamping antusiasme tersebut, lantaran buku ini Amina juga kerap di tuding sebagai ” Barat” dan ” Feminis” dua julukan profokatif yang sama-sama dipakai dalam konotasi anti Islam. 
Ia kemudian memperluas edisi tahun 1992 itu, terutama dengan penjelasan yang panjang dan argumentatif tentang aspek metodologis buku ini. Edisi yang di perluas ini akhirnya terbit di Amerika Serikat dan Inggris pada tahun 1992. 

C. Pemikiran Amina Wadud  
Secara garis besar, pemikiran yang diusung ol eh Amina Wadud adalah pemikiran mengenai Gender dan Feminisme. Sebagaimana sebagian orang, Amina "mencurigai" peran ulama fikih dengan menganggap bahwa fiqh yang disusun dalam masyarakat yang didominasi laki - laki, seperti kawasan Timur Tengah ketika itu, sudah barang tentu akan melahirkan fikih bercorak patriarki dan berbau missoginis yang bias gender. 
Sebagai Agama yang membenarkan dan melengkapi ajaran-ajaran sebelumnya, Islam datang sebagai rahmatan lil alamin, rahmat untuk sekalian alam. Salah satu ajarannya yang sangat bernilai adalah keadilan antara sesama umat Islam. 
Ajaran Islam mngenai keadilan antara l aki- laki dan wanita, menimbulkan kegelisahan didiri Amina Wadud ketika melihat keterpurukan wanita dalam Islam di segala bidang. As a fully humam agency, ia mulai mencari penyebab dari keterpurukan tersebut dengan melihat kepada sumber ajaran Islam terkait dengan wanita. Ia dapati, bahwa mayoritas penafsiran dan hasil hukum Islam ditulis oleh Ulama' pria dan seringkali membawa bias pada pandangan mereka.
 1) Menurutnya, budaya patriarki telah memarjinalkan kaum wanita, menafikan wanita sebagai khalifah fil ardh, serta menyangkal ajaran keadilan yang diusung oleh wanita. 2) Ia tertantang dan berjuang (jihad) untuk melakukan reinterpretasi terhadap masalah tersebut dengan mengunakan metode Hermeneutik. 3) kegelisahan ini akhirnya menginspirasikan ditulisnya buku Qur’an and Women, karya yang membuat reformasi terhadap wanita Islam dan merupakan grand proyek intelektualnya sehingga pemikiran dan perannya mulai diperhitungkan. 
Perempuan merupakan manusia sejajar dengan laki - laki terbukti dengan perannya sebagai khalifah di bumi. Hal ini seiring dengan hasil kajian Amina Wadud tentang ketegasan Al -Qur’an terhadap kesamaan derajat wanita. Amina Wadud memandang hal ini dari sudut yang sederhana, kultum Muslim cenderung menganggap laki - laki dan wanita sebagai anggota umat manusia yang berbeda, sekalipun ada persamaan, hirierki atau unsur saling melengkapi. Bagaimana etos kerja intelektual Islam dapat berkembang kalau tidak ada perha tian yang jelas dan pasti terhadap suara kaum wanita, baik sebagai bagian dari suara itu maupun sebagai respon terhadap suara itu, Mungkin karena tidak adanya perhatian yang pasti inilah maka secara historis, bukan saja terjadi pengingkaran terhadap arti penting dari suara wanita, tetapi juga menganggapnya aurat atau tabu. Amina wadud menganggap pengingkaran ini sebagai suatu pelangaran besar terhadap martabat wanita sebagai manusia dan khalifah, atau pengembangan amanat Allah. meskipun sikap ini tidak dimaksudkan untuk memarjinalkan kaum wanita namun tidak ada bedanya sedikitpun tetap saja itu merupakan pelangaran. 

  D. Pemikiran Amina Wadud Tentang Feminisme  
  1. Relasi yang tidak setara antara Laki-Laki dan Perempuan 
a. Penciptaan Perempuan 
Dalam tradisi Islam di kenal dan di yakini ada empat macam cara penciptaan manusia yaitu : pertama : Diciptakan dari tanah (penciptaan Adam) terdapat dalam surat Al -Fathir :11, Ash -Shaff ;8 dan Al -Hijr :26. Kedua : Diciptakan dari tulang rusuk Adam (penciptaan Hawa) terdapat dalam surat An-Nisa’ :11, Al -A’raf :189, dan surat Al -Zumar :6. Ketiga : Diciptakan melalui prosesi kehamilan tanpa ayah secara biologis dan hukum minimal secara biologis semata (penciptaan Isa) terdapat dalam surat Al -Maryam :19-22. Keempat : diciptakan melalui kehamilan dengan adanya ayah secara biologis dan hukum minimal secara biologis semata (penciptaan manusia selain Adam, Hawa dan Isa) terdapat dalam surat Al -Mukminun :12-14 .
Adanya diskriminasi dan segala macam bentuk ketidaksetaraan gender yang menimpa kaum perempuan di lingkungan umat Islam berakar dari pemahaman yang keliru terhadap sumber ajaran Agama, sehingga menimbulkan sikap dan perilaku individual yang secara turun temurun menentukan status kaum perempuan dan ketimpangan gender. Hal inilah yang kemudian menimbulkan mitos-mitos salah yang disebarkan melalui nilai -nilai dan tafsir-tafsir ajaran a gama yang keliru mengenai keunggulan kaum laki - laki dan melemahkan kaum perempuan .  
Dalam kenyataannya status laki - laki dan perempuan berubah menjadi tidak setara, hal ini menyalahi desain yang telah direncanakan dan ditetapkan oleh Allah. Berangkat dari sini, keyakinan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki - laki, sehingga perempuan dianggap sebagai makhluk kedua yang tidak akan mungkin ada tanpa kehadiran laki - laki. Karena keberadaan perempuan sebagai pelengkap dan diciptakan hanya untuk tunduk di bawah kekuasaan laki - laki. Konsep mengenai penciptaan perempuan menurut Amina wadud perlu dikaji ulang, apakah betul perempuan diciptakan dari laki - laki (Adam) sehingga perempuan (Hawa) hanya meru pakan derivasi saja dari dan hanya menjadi pelangkap bagi laki - laki. Berakar dari keyakinan inilah yang menyebabkan terjadinya ketidaksetaraan antara laki - laki dan perempauan. Dalam hal ini munkin sangat berkaitan dengan satu ayat dalam Al Qur’an yaitu surat An-Nisa’ ayat 1 yang berbunyi :  
Artirnya : “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada TuhanMu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah Menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu memintah satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mangawasi kamu. (Q.S.An-Nisa’ :1) 
Amina tidak menolak penafsiran bahwa yang dimaksud dengan Nafs Wahidah adalah Adam dan Zawjaha adalah Hawa. Tetapi Amina menegaskan bahwa kenyataan sejarah, tidaklah menunjukkan Allah memulai penciptaan manusia dari jenis kelamin laki - laki, ataupun merencanakan untuk memulai penciptaan manusia dalam bentuk seorang laki - laki dan tidak perna pula merujuk Adam sebagai asal usul manusia. Allah mengungkapkan dengan kata nafs yang secara Bahasa merupakan 
bentuk feminin (muannast) tetapi secara konseptual kata nafs tersebut mengandung makna netral, bisa merujuk kepada laki - laki dan bisa pula merujuk kepada perempuan .Tidaklah dipastikan bahwa Hawa adalah manusia pertama dari kalangan perempuan ataupun istri bagi Adam, seperti selama ini dipahami.Hal ini dapat dilihat dari kata zawj yang berbentuk mudzakkar, yang secara konseptual bersifat netral, tidak merujuk laki - laki ataupun perempuan. Secara umum kata zawj dalam Al -Qur ’an digunakan untuk menunjuk teman, pasangan dan kelompok. Karena sedikitnya informasi yang diberikan Al -Qur’an tentang penciptan zawj, maka para mufassir klasik akhirnya mengambil dari Bibel yang mengatakan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam  
Tentang penciptaan Hawa, Amina hanya menjelaskan bahwa kata min dalam bahasa Arab dapat digunakan sebagai proposisi (kata depan) “dari” untuk menunjukkan makna “mencarikan sesuatu dari sesuatu lainnya”, dan dapat digunakan untuk menyatakan sama macam atau jenisnya.  
Apabila min pada kalimat minha dalam surat An-Nisa’ ayat 1 digunakan fungsinya yang pertama (proposisi), maka maknanya bahwa Hawa diciptakan dari Adam, sebaliknya bila digunakan fungsi yang kedua, maka maknanya Hawa diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam. 
Amina juga menepis mitos yang terlanjur mengakar di benak masyarakat, yaitu bahwa perempuan (Hawa) merupakan penyebab terlemparnya manusia dari surga. Anggapan semacam ini jelas tidak sejalan dengan Al -Qur’an, sebab peringatan Allah agar menjauhkan dari bujukan setan di tujukan kepada keduanya (Adam dan Hawa), kemudian keduanya memang tertipu oleh syetan. Di samping itu, karena kodrat dan keadaan biologisnya anggapan orang bahwa fungsi utama perempuan adalah melahirkan anak. Tetapi menurut Amina penekanan kata ”utama” itu mengandung konotasi negatif. Kata tersebut kerap kali diterapkan dalam pengertian bahwa kaum perempuan harus ”hanya” bisa menjadi ibu yang baik untuk mendidik anak dan melayani suami. Karena itu, keseluruhan kemampuan kaum perempuan harus diarahkan menjadi ibu yang ideal, agar bisa menjalankan fungsi utamanya dengan baik dan sempurna. Menurut Amina tidak ada istilah dalam Al -Qur’an yang menunjukkan bahwa melahirkan anak merupakan hal yang utama bagi perempuan. Tidak ada petunjuk yang diberikan bahwa masalah keibuan merupakan peran istimewanya bagi kaum perempuan.

b. Fadhalah 
Salah satunya sering dikutip tentang superioritas posisi laki - laki adalah terdapat pada surat An-Nisa’ ayat 34 yang berbunyi :
 
Artinya : ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita). Dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka...,(Q.S.An-Nisa’ :34) .
Para Aktifis feminis akan berasumsi bahwa ayat tersebut di tujukan kepada suami. Padahal pokok persoalan pertama yang harus dicatat menurut Amina yakni ayat tersebut ditujukan kepada Ar-Rijal (laki - laki) dan An-Nisa’ (perempuan), ayat itu ditujukan untuk semua laki - laki dan perempuan dalam masyarakat Islam. Kata kunci dalam kalimat pertama ayat ini adalah qowwamun. Qowwamun ini telah diartikan secara bervariasi yaitu sebagai pelindung dan pemelihara perempuan, atau bisa dikatakan sebagai penguasa perempuan. Menurut bahasa kata qowwamun, berarti pencari nafkah.  
Menurut Amina, bahwa semua laki - laki dalam kenyataannya adalah pemberi nafkah, tetapi masih ada juga laki - laki tidak bisa memberi nafkah pada istrinya. Dengan kata lain, pengumuman ini merupakan pernyataan umum menyangkut konsep Islam tentang pembagian kerja dalam sebuah keluarga atau masyarakat. Kenyataan bahwa laki - laki adalah qowwamun lantas perempuan tidak boleh bekerja atau menafkahi dirinya sendiri, karena alasan apapun dianggap bukan tempatnya atau alamnya, mengingat beban berat yang haru s dipikul yaitu harus melahirkan dan membesarkan anak, maka mereka tidak harus memiliki kewajiban tambahan mancari nafkah pada waktu yang bersamaan. 
Ungkapan al-rijal qawwamuna ala al-nisa’ tidak dapat dijadikan hujjah untuk menjegal pengembangan karier kaum perempuan. Yang dipesankan Agama adalah menjaga diri dalam kesopanan dan etika pergaulan hingga terhindar dari segala macam fitnah yang dapat menghancurkan bangunan sebuah keluarga. 
Menurut Amina ayat di atas bukan sekedar mencakup masalah ’kelebihan’. Ayat ini kerapkali di pandang sebagai satu-satunya ayat yang paling penting yang berkaitan dengan hubungan antara laki - laki dan perempuan. laki - laki merupakan qawwamuna ’ala (pemimpin-pemimpin 
bagi) perempuan-perempuan”. ”kelebihan” yang dimaksud oleh Amina disini berlandaskan pada dua hal yaitu : pertama : kelebihan macam apa yang telah diberikan dan kedua : apa yang telah mereka belanjakan dari harta mereka (untuk mendukung kaum perempuan) .
Menurut Amina laki - laki dapat menjadi pemimpin bagi perempuan dalam rumah tangga jika disertai dua keadaan. Keadaan pertama adalah punya atau sanggup membuktikan ”kelebihan”nya, sedangkan yang kedua adalah jika mereka mendukung kaum perempuan dengan mengunakan harta mereka. Jika kedua kondisi ini tidak dipenuhi, laki - laki bukanlah pemimpin bagi perempuan. 
Tentu tidak secara otomatis setiap laki - laki (suami) memiliki kelebihan atas istrinya. Hak mendapat warisan lebih banyak dari perempuan memang sudah dijamin oleh Al -Qur’an, tetapi apakah warisan itu digunakan untuk mendukung perempuan (istri ) tentu harus dibuktikan, oleh sebab itu, bagi Amina Fadhdhala (kelebihan) tidak bisa tidak bersyarat kerena surat An-Nisa’ ayat 34 tidak menggatakan ”mereka” (jamak maskulin) telah dilebihkan atas ”mereka” jamak (feminin). Ayat itu menyebutkan ba’dl (sebagian lainya) penggunaan kata ba’dl berhubungan dengan hal -hal yang nyata teramati pada manusia. Tidak semua kaum laki - laki unggul atas kaum perempuan dalam segala hal. Sekelompok pria memiliki kelebihan atas kelompok perempuan dalam hal -hal tertentu. Demikian pula sebaliknya, perempuan juga memiliki kelebihan atas pria dalam hal -hal tertentu., jadi jika Allah telah menetapkan kelebihan sesuatu atas lainnya, itu tidak berarti maknanya selalu absolut.
Disamping itu, bukan berarti menunjukkan kepemimpinan laki - laki terhadap perempuan dalam segala aspek kehidupan. Dengan merujuk Sayyid Qutb, Amina mengatakan bahwa qiwamah diatas hanya berkaitan dengan urusan keluarga antara suami istri yang berupa sokongan meteriil. Qiwamah diatas lebih cenderung digunakan dalam hubungan fungsional suami istri terhadap kebaikan kolektif antara keduanya sebagai bagian dari masyarakat secara keseluruhan.
Jadi, kelebihan laki - laki atas perempuan yang karenanya laki – laki menjadi pemimpin bagi perempuan adalah tidak lepas dari tanggung jawab yang dipikul oleh keduanya, demi menjaga keseimbagan hidup dalam masyarakat. Sementara secara biologis, istri bertanggung jawab melahirkan anak, suami bertanggung jawab terhadap nafkah istri sebagai perlindungan dan jaminan materiil, karena dia tidak boleh tidak harus mengemban tanggung jawab yang sangat besar itu.  
 2. Idealitas antara Laki-Laki dan Perempuan 
Begitu pentingnya kesadaran perempuan pada masa Rasulullah SAW, ada sebagian mereka bertanya kepada rosul ” ya Rosul kenapa hanya laki - laki saja yang disebut, kenapa tidak perempuan ? Bertepatan dengan hal tersebut kemudian Allah menurunkan ayat tentang perempuan, yang berbunyi :  
 
  Artinya : ”Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki perempuan yang mukmin. Laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang brpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatanya, laki-laki dan perempuan yang banyak (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang benar”.(Q.S. Ah-Ahzab :35 ) .
  Dari ayat diatas terlihat jelas bahwa Allah SWT tidak membedakan antara laki - laki dan perempuan. Siapa saja diantara mereka maka mendapatkan pahala yang setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat dan karena p ada dasarnya manusia di ciptakan sama, sekalipun mereka berasal dari bangsa ataupun suku yang berlainan. Meskipun Islam memberikan hak yang sama kepada perempuan, menurut Amina Islam juga menegaskan bahwa laki - laki dan perempuan tidak sama. Rosulullah melarang perempuan meniru laki - laki, Begitu juga laki - laki meniru perempuan. 
Perempuan secara filosofis memang lebih halus, lemah lembut dan lunak, sehingga mampu mengikuti perilaku anak-anak dan sabar dalam mengendalikan emosi didalam mengasuh anak. Sedangkan laki - laki secara filosofis lebih kuat dan lebih gesit, sehingga cepat melakukan tindakan, mampu melakukan perjuangan dan persaingan mengatasi kemelut dan kesulitan, serta mampu mempertahankan eksistensi dari keluarganya. 
 Penciptaan manusia di dalam Al -Qur'an memperlihatkan suatu hubungan khusus antara pencipta, Allah dan manusia yang Dia ciptakan.Hubungan ini merupakan dasar eksistensi Al -Qur’an dan untuk petunjuk yang dikaitkan dengan penciptaan. Pada saat Adam turun kebumi dasar hubungan yang ditetapkan antara pencipta dan manusia yang diciptaka-Nya di sempurnakan melalui petunjuk atau wahyu. Allah berfirman dalam surat At-Thaha ayat :123 yang berbunyi : 
 
 Artinya : ”Turunlah kalian berdua ( setan dan manusia) dari sini, satu sama lain diantar kalian saling bermusuhan, tetapi jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa mengikuti petunjuk -Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan menderita”. 
(Q.S.Thaha :123). 
Di hadapan Allah laki - laki dan perempuan adalah sama. Dalam ibadah keduanya mempunyai pahala yang sama. Kepemimpinan perempuan dalam sholat juga sama pahalanya dengan kepemimpinan laki - laki. Islam bukan megutamakan hubungan dengan Allah, tapi juga dengan manusia. Gaya hidup patriarkhi, telah menimbulkan penderitaan bagi kaum perempuan. Banyak keadilan dan kasih sayang Tuhan yang tercermin dalam Al -Qur ’an tentang perempuan, tetapi itu semua bertolak belakang ketika melihat ketidakadilan dan perlakuan tidak menusiawi yang merendahkan perempuan muslim yang sering terjadi dalam kehidupan nyata.  
Hubungan yang dinamis antara sang pencipta dan ciptaan -Nya juga di gambarkan dengan ruh Allah yang di tiupkan kepada manusia, laki - laki dan perempuan. Bila ruh petunjuk membantu dalam perjuangan untuk lulus ujian di bumi, untuk melawan godaan setan dan untuk mencapai kabahagiaan abadi. Walaupun kaum laki - laki dan perempuan merupakan tokoh yang saling membentuk satu kesatuan yang penting dalam penciptaan manusia, namun tidak ditegaskan mengenai fungsi atau peran kulturnya yang khusus pada saat diciptakan. Pada saat itu, Allah menetapkan ciri -ciri tertentu yang berlaku untuk semua universal untuk semua manusia dan tidak berlaku khusus untuk satu gender. 
Asal dari seluruh manusia adalah nafs yang satu, yang merupakan bagian dari satu sistem kesatuan –pasangan : nafs dan zawjnya. Bahwa semua manusia berasal dari titik mula yang sama. Titik mula tersebut di gambarkan dalam kisah penciptaan dengan mengunakan istilah nafs, karena berasal dari titik mula yang sama. Mempunyai tujuan yang sama : dari satu ke banyak dan kembali kesatu lagi.
 Menurut Amina bahwa Hawa adalah pasangan (zawj) dari Adam. Pasangan yang dibuat dari dua bentuk yang saling melengkapi dari satu realitas tunggal. Dengan sejumlah perbedaan sifat, karekteristik dan fungsi, 
tetapi kedua bagian yang selaras ini pas saling melengkapi sebagai kebutuhan satu keseluruhan. Setiap anggota pasangan memasyarakatkan adanya anggota pasangan lainnya dengan logis dan keduanya berdiri tegak hanya atas dasar hubungan ini bagi Amina penciptaan Hawa, merupakan bagian rencana penciptaan Adam. Dengan demikian keduanya sama pentingnya.
  Penciptaan Adam dan Hawa, Al -Qur’an yang dipegang oleh banyak orang Islam, Nasrani, dan Yahudi bahwa perempuan diciptakan tidak hanya dari laki - laki, tapi juga untuk laki - laki. Dengan kata lain, bahwa Al -Qur ’an tidak membuat perbedaan diskriminasi antara laki - laki dan perempuan, semuanya sama dihadapan Allah. Allah menciptakan semua itu untuk tujuan tidak untuk bermain-main. Manusia yang diciptakan dengan sebaik-baik bentuk untuk mengabdi kepada Allah, karena pengabdian kepada Allah tidak bisa dilepaskan dengan pengabdian kepada manusia.  
Dalam Al -Qur’an, tidak hanya menegaskan bahwa laki - laki dan perempuan setara dalam pandangan Allah. Tapi juga merupakan anggota dan pelindung satu sama lain. Dengan kata lain, Al -Qur ’an tidak hanya menciptakan urutan yang menetapkan laki - laki diatas perempuan ( sebagaimana dilakukan oleh banyak perumus Nasrani). Al -Qur’an juga tidak menempatkan laki - laki dan perempuan dalam suatu hubungan yang bermusuhan. Mereka diciptakan sebagai makhluk yang setara dari penciptaan alam semesta yang Maha Adil dan Maha Pengasih, yang mengiginkan hidup dalam keharmonisan dan kesalehan bersama-sama. 
Menurut Sayid Qutb bahwa laki - laki dan wanita, keduanya adalah makhluk ciptaan Allah.........tidak perna diciptakan dengan maksud ditindas oleh makhluk ciptaan lainnya. Baik laki - laki dengan perempuan adalah anggota dari lembaga masyarakat yang terpenting, yakni keluarga. Keluarga dimulai oleh perkawinan antara seorang laki - laki dan wanita. Di dalam keluarga, masing-masing mempunyai tanggung jawab tertentu. Tanggung jawab utama wanita adalah melahirkan anak dan tanggung jawab suami adalah berupa dukungan fisik dan dukungan material. Dengan demikian,akan terciptalah hubungan yang sejajar dan saling menguntungkan antara laki -laki dan perempuan.  
Allah menciptakan laki - laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik dengan kedudukan yang paling terhormat. Manusia diciptakan mulia dengan memiliki akal, perasaan dan menerima petunjuk. Oleh kearena itu Al -Qur ’an tidak mengenal perbedaan antara laki - laki dan perempuan karena dihadapan Allah laki - laki dan perempuan memiliki derajat dan kedudukan yang sama, dan yang membedakan antara laki - laki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.  
Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu laki - laki dan perempuan, supaya mereka hidup tenang dan tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak laki - laki dan perempuan serta agar saling mengenal. Ini menunjukkan adanya timbal balik antara laki - laki dan perempuan, dan tidak ada satupun yang mengindikasikan adanya superioritas satu jenis atas jenis lainnya. 
Allah secara khusus menunjuk kepada perempuan maupun laki - laki untuk menegakkan nilai -nilai Islam dengan beriman, bertaqwa dan beramal. Allah juga memberikan peran dan tanggung jawab yang sama antara laki - laki perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Dan Allah pun memberi sanksi yang sama terhadap perempuan dan laki - laki untuk semua kesalahan yang dilakukan. Kedudukan dan derajat antara laki - laki dan perempuan di mata Allah sama, dan yang membuatnnya tidak sama hanya keimanan dan ketaqwaannya. 
Menurut Dr. Nasaruddin Umar ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa prinsip-prinsip kesetaraan gender ada dalam Al -Qur’an bahwa perempuan dan laki - laki sama-sama dihadapan Allah dalam kapasitas sebagai hamba, Kapasitas manusia sebagai khalifah di muka bumi, perempaun dan laki - laki sama-sama berpotensi meraih prestasi. tidak ada perbedaan antara laki - laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal, sebagai orang yang bertaqwa. Dan mempunyai fungsi yang sama sebagai khalifah di muka bumi. 
   
   
D. KESIMPULAN.
Menyimpulkan dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan masalah gender dan feminisme menjadi asal muara dari perbedaan persepsi dan konsep Amina wadud dengan kebanyakan pemikir-pemikir islam lainnya,yang dalam hal ini mereka lebih suka dan “taat” terhadap aturan-aturan baku yang selama ini telah terbiasa dikonsepkan dan diperaktekkan oleh mayoritas muslim, tapi Amina wadud dalam ini merasa ada sesuatu yang tidak adil terhadap wanita pada khususnya dan “pembaharu-pembaharu” agama pada umumnya.
Maka kemudian Amina wadud dan kawan-kawan melihat dan menilai diperlukannya penafsiran ulang terhadap ayat-ayat yang berat sebelah menurut mereka,karena dalam hal ini justru akan membuat image dan citra islam akan semakin buruk dan cenderung menguntunkan salah satu fihak saja kalau hal ini dibiarkan terus menerus.
Tetapi kemudian pertanyaan selanjutnya adalah apakah telah benar konsep dan pemahaman baru Amina wadud tersebut ataukah akan semakin mengaburkan identitas asli dari Islam dan kebenaran ajarannya..dalam hal ini masih sangat banyak hal yang harus dikaji dan di bahas lebih seksama lagi agar masing-masing pihak tidak sedemikian gampangnya mengklaim kebenaran pemikirannya dan menyalahkan pemikiran orang lain.
Bagaimanapun juga Amina wadud setidaknya telah berusaha untuk memberikan sudut pandang yang lain,sehingga hal tersebut bisa membuat kita untuk terus menggali dan mempelajari Al-Quran,kitab ALLAH SWT yang menjadi sandaran semua kaum muslimin.








E. DAFTAR PUSTAKA.
1. Amina Wadud. Qur’an Menurut Perempuan Jakarta,serambi 2001
2. Http:/www.en.Wikipedia.Com  
3. Http:/www. Bingregory.com/Archive/2003/06/17 dari Amina Wadud Html 

4. Nur Jannah Ismail, Perempuan Dalam Pasungan, (Yogyakarta : Lkis, 2003)
5. Riffat Hasan, Setara Dihadapan Allah: Relasi Laki-Laki dan Perempuan dalam Tradisi Islam Pasca Patriakhi, Terj Tim LSPPA (Jakarta : LSAF,S1990.

6. Muhammad Thalib, Solusi Terhadap Dilema Wanita Karier, (Yogyakarta : Wihdah Press, 1999)
7. Moh Shofan, Jalan Ketiga Pemikiran Islam, (Yogjakarta : IRCisoD,2006)
8.Yuhanar Ilyas, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997)
9. Http:/www.Campus-Watch.Org/Article/Id/2128  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar